SELURUH NASKAH DI BLOG INI TELAH DIPROTEKSI DARI TINDAK SALIN (COPY-PASTE) SECARA LANGSUNG

Tuesday, November 29, 2016

Engkau Burung Kertas yang Ingin Menggapai Matahari

Alwy Rachman

Nelson Mandela telah pergi. Ia berpulang 4 hari lalu, pergi bersama kenangan atas peradaban damai. Ia dikenang karena telah mentransformasikan dirinya, dari seorang pelawan menjadi pemaaf, dari seorang yang gelisah tentang rasisme menjadi pribadi yang mengedepankan humanitas. Mandela sekaligus telah mentransformasikan bangsanya dengan cara memindahkan kualitas dirinya sebagai pemimpin, dari sosok yang berkesempatan memimpin revolusi sosial menjadi pemimpin transformasi sosial di atas kualitas pemaafan tiada tara.

Beberapa saat setelah keluar dari penjara yang merampas kemerdekaannya selama 27 tahun, Mandela berpidato, “Saya akan memerdekakan dua pihak. Pihak pertama yang saya merdekakan adalah pihak tertindas, karena harkat dan martabatnya telah terampas oleh para penindas. Pihak kedua yang saya akan merdekakan adalah para penindas, karena harkat dan martabatnya telah terampas oleh hati nuraninya sendiri.” Mandela segera mengubah situasi politik yang berpotensi “banjir darah” menjadi “potensi berpikir dan bertindak bersama” di atas kepentingan kebangsaan Afrika Selatan. Pesan peradabannya, “kalahkanlah lawanmu tidak dengan cara membunuhnya”.

Di bawah karisma dan integritas Mandela, bersama 25 pemimpin yang mewakili kelompok sosial-politik yang saling berhadapan—kebanyakan pelawan pemerintah—Afrika Selatan diubah dan berubah dengan rujukan empat skenario perubahan sosial. Detail perubahan disusun dan dianalisis secara bersama, lalu dikomunikasikan ke seluruh rakyat Afrika Selatan. Jadilah skenario induk yang dibilangkan “The Mont Fleur”. Penamaan skenario ini terinspirasi dari kata Fleur Du Maquis, yang berarti "bunga maquis". “Mont fleur” bisa diartikan sebagai “bunga bukit”, bunga yang hadir dan tumbuh di ruang ketinggian.

Mont fleur” berisi empat imajinasi atas peristiwa masa depan, dari “masa depan terburuk” hingga “masa depan untuk semua”. Uniknya, setiap skenario peristiwa diberi judul metaforis dengan nama-nama hewan. Keempat skenario itu dibilangkan sebagai “Ostrich”, yaitu skenario “burung Unta”; “Lame Duck”, yaitu skenario “bebek pincang”; “Icarus” yang dimisalkan sebagai skenario “burung kertas terbang menggapai matahari”; dan “Flight of the Flamingos” yang dicitrakan sebagai skenario “burung bangau yang terbang bersama.” Dengan cakrawala yang saling berbeda, para pelawan ini membangun “peta jalan bersama” bagi masa depan Afrika Selatan untuk 10 tahun, yaitu dari 1992 hingga 2002 .

Skenario Ostrich berkisah tentang pemerintahan kulit putih yang tidak representatif bagi Afrika Selatan. Laku pemerintahan seperti ini ibarat laku burung Unta, yaitu menyembunyikan kepala di pasir untuk menghindari penyelesaian yang dinegosiasikan oleh mayoritas masyarakat kulit hitam. Cerita skenario Lame Duck lain pula. Laku pemerintahan ini dipersamakan dengan “bebek pincang” yang tertatih-tatih mengelola transisi yang panjang di bawah pemerintahan yang lemah. Sebagaimana “burung unta”, pemerintahan “bebek pincang” tak punya harapan.

Pun skenario Icarus berkisah lain. Laku Icarus digambarkan sebagai pemerintahan yang konstitusional dengan gelombang dukungan rakyat. Pemerintahan seperti ini dimulai dengan laku belanja publik besar tapi tak konsisten. Dalam makna skenario perubahan sosial Afrika Selatan, pemerintahan seperti ini akan terbang tinggi dalam sekejap, lalu terhempas terbakar sebagaimana “burung-burung kertas” yang mencoba “menggapai matahari”. Pada akhirnya, segenap pelawan ini memilih “Flight of the Flamingos”, “terbang bersama” meski sedikit lambat.

Literasi dan kisah tentang “bunga” dan “burung”, dengan demikian, menjadi inspirasi bagi para politikus di bawah integritas Mandela, bukan teori dan bahasa politik yang “rumit” dan “berwajah ganda”. Selain hubungan “burung” dan “bunga” yang memang menyembunyikan rahasia kebenaran alam, rakyat Afrika Selatan agaknya bisa mencerna literasi seperti ini. Literasi seperti ini memang terpatri pada mitos dan cerita rakyat Afrika Selatan. Benar adanya, jika para filsuf mendaku, “kebenaran sesungguhnya tersimpan dan tersembunyi di lipatan-lipatan alam.”

Dengan mengabaikan skenario terburuk, Mandela juga tak berkehendak agar bangsanya mengembangkan laku Icarus, laku “burung-burung kertas yang terbang ingin menggapai matahari”. Laku kepemimpinan Mandela seolah meyakini, “Tak ada gunanya menaklukkan matahari, karena engkau akan terbakar habis.”

Mandela mengajak bangsanya belajar dari bunga di ketinggian bukit dan dari bangau yang bersedia terbang bersama. Bangau yang tua dan lelah akan ke pinggir dan digantikan oleh yang muda. Mandela seolah mengajari bangsanya bahwa kebenaran matahari adalah kebenaran alam atas api yang mahapanas. Mandela, pada kenyataannya, menolak menjadi presiden untuk jabatan kedua.

Mandela telah bertutur secara senyap dalam bahasa politik yang puitik, “Jika laku engkau adalah laku Icarus, engkau hanyalah burung-burung kertas yang mencoba menggapai matahari. Engkau tak pernah sampai untuk selamanya. Engkau yang tua dan engkau yang muda akan lapuk terbakar dan menjadi debu yang jatuh entah ke mana. Engkau yang tua dan engkau yang muda akan hilang dari peradaban. Hilang tak berbekas dan menjadi tiada tak terkenang.”


 Catatan:
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Tempo Makassar, 10 Desember 2013


 
Alwy Rachman.