SELURUH NASKAH DI BLOG INI TELAH DIPROTEKSI DARI TINDAK SALIN (COPY-PASTE) SECARA LANGSUNG

Monday, August 24, 2020

Propaganda dan Manufacturing Consent

Alwy Rachman

"Media is the right arm of anarchy,"
tulis Dan Brown dalam novel Angels and Demons. Pernyataan menohok ini datang dari penulis novel terkenal The Da Vinci Code. Dengan benderang, pernyataan novelis sensasional dan fiksional ini segera menjungkirbalikkan anggapan lama tentang media. Pasalnya, secara tradisional, media diterima sebagai perantara idealis, mediator yang menjembatani kepentingan rakyat kebanyakan dengan kelompok-kelompok penguasa. Selama ini, media dibilangkan sebagai penengah yang mencari kebenaran dan keadilan.

Tapi, Dan Brown, lelaki yang pernah dikukuhkan sebagai satu di antara 100 orang berpengaruh di dunia oleh majalah Time, tak sendiri. Serupa tapi tak sama, pernyataan tajam juga datang dari seorang scholar, Noam Chomsky, yang memang kesohor di bidang riset media. Chomsky malah mengatakan media adalah sentra propaganda dari pihak pemerintah dan penguasa. Apalagi kalau bukan untuk membela agenda ekonomi politik serta segenap kepentingan mereka.

Yang terpapar di koran pada pagi hari dan yang tertayang hingga tengah malam di layar televisi kita terima apa adanya tanpa kemampuan menolaknya. Lalu, secara tak terelakkan, kita menjelma sebagai pembaca dan penonton "penggembira" di pinggir-pinggir panggung media. Yang kita baca dan yang kita tonton seolah membenarkan dalil Marx tua, lebih dari seratus tahun lampau, yaitu "manusia kebanyakan akan mereproduksi repetisi suara-suara kekuasaan".

Ketidakmampuan menolak, oleh Chomsky, dikatakan sebagai consent. Kita berada di posisi "menyetujui", meskipun menurut Chomsky, dari menit per menit, jam per jam, hari per hari, bacaan dan tayangan yang kita konsumsi adalah produk dari fabrikasi. Secara spesifik, Chomsky menyebutnya sebagai manufacturing. Jadi, bacaan dan tayangan media tak lebih dari produk fabrikasi yang diproses untuk mereka yang sedang berkuasa atau mereka yang berburu kekuasaan.

Fabrikasi bacaan dan tayangan, sebagaimana dibilangkan Chomsky, disaring oleh lima pihak. Saringan pertama, dan utama, dimulai oleh pemilik media. Coba ingat ulang laku media di negeri sendiri, yang memuat dan menayangkan hasil lembaga survei pada pemilihan presiden lalu. Sedikitnya, dua media nasional terbelah, masing-masing berpihak dan melakukan propaganda atas kepentingan sang pemilik. Publik pun tahu bahwa kedua pemilik berafiliasi pada koalisi yang berbeda. Kredibilitas media pun disimpan di kamar belakang.

Iklan berskala besar adalah contoh kedua, Chomsky menambahkan. Iklan di masa kini "menjajah media" dan dampaknya "menjajah pembaca". Selain menggerogoti hak pembaca atas bacaan dan tontonan bermutu, sebaran iklan menyempitkan ruang baca. Di koran-koran, bacaan terpotong-potong tak menentu. Di televisi, tayangan terinterupsi secara terus-menerus di tengah isi tayangan yang banal. Lalu, jadilah kita sebagai pembaca dan penonton yang "menyetujuinya" tanpa keberatan. Padahal kita ikut membayar.

Ketiga, media kini dipenuhi oleh narasumber yang tak selalu independen. Reformasi kini menciptakan laku baru di pihak pemerintah. Kini, kantor-kantor pemerintah menyediakan pejabat penyedia informasi dan data untuk media. Kantor-kantor hubungan masyarakat di pemerintahan dan kantor-kantor di perusahaan malah menyediakan berita yang siap cetak dan siap tayang. Bacaan dan tontonan yang dihadirkan tak lagi sepenuhnya sebagai produk independensi jurnalis sebuah media. Yang kita konsumsi, dengan demikian, bukan lagi produk jurnalis yang bersandar pada dirinya sebagai mediator.

Para jurnalis, terutama untuk isu ekonomi dan politik, sengaja memilih narasumber untuk mengukuhkan standing position berita dari media yang diwakilinya, begitu anggapan keempat Chomsky. Adalah benar, sesuai dengan laku pemberitaan, jurnalis dilarang mengekspresikan opininya. Tapi, dengan merujuk pandangan para pakar yang sengaja dipilih untuk wawancara, standing position atas isu dapat dikukuhkan untuk keperluan medianya. Chomsky menyebut laku ini sebagai flak. Flak digunakan untuk memenangi persepsi atas arena perang tanding di hadapan publik pembaca.

Saringan kelima berpusat pada ideologi para jurnalis. Biasanya, ideologi para jurnalis tak jauh dari ideologi negaranya atau ideologi pemilik media. Chomsky mencontohkan, antikomunis telah menjadi darah daging para jurnalis Amerika. Itu sebabnya, jurnalis Amerika sering kali dijadikan sebagai sasaran antara oleh lawan politik, karena dianggap sebagai bagian dari ideologi negara lawan. Di berbagai negara, anti-fundamentalis dan antiteroris menjadi bagian dari ideologi pemberitaan.

Pada akhirnya, melalui fabrikasi media, Chomsky seolah menegaskan, yang engkau baca dan yang engkau tonton, bukan karena engkau menghendakinya. Pun bukan karena media menyediakan yang terbaik untukmu, meski engkau ikut membayar. Engkau hanya didudukkan di pinggir-pinggir panggung propaganda. "Media adalah tangan kanan anarki", begitu ucap Dan Brown.



 
Alwy Rachman.